Minggu, 02 Juni 2013

KRITERIA ALAT TANGKAP IKAN YANG RAMAH LINGKUNGAN

KRITERIA ALAT TANGKAP IKAN YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT FAO (Food Agriculture Organization)


Di Indonesia saat ini, telah banyak dikembangkan metode penangkapan yang tidak merusak lingkungan (Anonim. 2006). Selain karena tuntutan dan kecaman dunia internasional yang akan memboikot ekspor dari negara yang sistem penangkapan ikannya masih merusak lingkungan, pemerintah juga telah berupaya untuk melaksanakan tata cara perikanan yang bertanggung jawab.
Food Agriculture Organization (FAO, sebuah lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa yang menangani masalah pangan dan pertanian dunia), pada tahun 1995 mengeluarkan suatu tata cara bagi kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab (Code of Conduct for Resposible Fisheries- CCRF). Dalam CCRF ini, FAO menetapkan serangkaian kriteria bagi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Sembilan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

1. Alat tangkap harus memiliki selektivitas yang tinggi
Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi sub kriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis. Sub kriteria ini terdiri dari (yang paling rendah hingga yang paling tinggi):
1.                  Alat menangkap lebih dari tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh
2.                  Alat menangkap tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh
3.                  Alat menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang kurang lebih sama.
4.                  Alat menangkap satu spesies saja dengan ukuran yang kurang lebih sama.

2. Alat tangkap yang digunakan tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya.
Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang ditetapkan berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat penangkapan. Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah hingga yang tinggi):
1.                  Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas
2.                  Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit
3.                  Menyebabkan sebagian habiat pada wilayah yang sempit
4.                  Aman bagi habitat (tidak merusak habitat)

3. Tidak membahayakan nelayan (penangkap ikan).
Keselamatan manusia menjadi syarat penangkapan ikan, karena bagaimana pun, manusia merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan perikanan yang produktif. Pembobotan resiko diterapkan berdasarkan pada tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari rendah hingga tinggi):
1.      Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat kematian pada nelayan
2.      Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat cacat menetap (permanen) pada nelayan.
3.      Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat gangguan kesehatan yang sifatnya sementara.
4.      Alat tangkap aman bagi nelayan

4. Menghasilkan ikan yang bermutu baik.
Jumlah ikan yang banyak tidak berarti bila ikan-ikan tersebut dalam kondisi buruk. Dalam menentukan tingkat kualitas ikan digunakan kondisi hasil tangkapan secara morfologis (bentuknya). Pembobotan (dari rendah hingga tinggi) adalah sebagai berikut:
1.                  Ikan mati dan busuk
2.                  Ikan mati, segar, dan cacat fisik
3.                  Ikan mati dan segar
4.                  Ikan hidup

5. Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen.
Ikan yang ditangkap dengan peledakan bom pupuk kimia atau racun sianida kemungkinan tercemar oleh racun. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan tingkat bahaya yang mungkin dialami konsumen yang harus menjadi pertimbangan adalah (dari rendah hingga tinggi):
1.                  Berpeluang besar menyebabkan kematian konsumen
2.                  Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan konsumen
3.                  Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen
4.                  Aman bagi konsumen

6. Hasil tangkapan yang terbuang minimum.
Alat tangkap yang tidak selektif (lihat butir 1), dapat menangkap ikan/organisme yang bukan sasaran penangkapan (non-target). Dengan alat yang tidak selektif, hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat, karena banyaknya jenis non-target yang turut tertangkap. Hasil tangkapan non target, ada yang bisa dimanfaatkan dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):
1.      Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis (spesies) yang tidak laku dijual di pasar
2.      Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis dan ada yang laku dijual di pasar
3.      Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan laku dijual di pasar
4.      Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang dari tiga jenis dan berharga tinggi di pasar.




7. Alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak minimum terhadap keanekaan sumberdaya hayati (biodiversity).
Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasasrkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):
1.      Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian semua mahluk hidup dan merusak habitat.
2.      Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat
3.      Alat tangkap dan operasinya menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat
4.      Aman bagi keanekaan sumberdaya hayati
5.       
8. Tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau terancam punah.
Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi undangundang ditetapkan berdasarkan kenyataan bahwa:
1.      Ikan yang dilindungi sering tertangkap alat
2.      Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap alat
3.      Ikan yang dilindungi .pernah. tertangkap
4.      Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap

9. Diterima secara sosial.
Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap, akan sangat tergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di suatu tempat. Suatu alat diterima secara sosial oleh masyarakat bila:
v  biaya investasi murah,
v  menguntungkan secara ekonomi,
v  tidak bertentangan dengan budaya setempat,
v  tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Pembobotan Kriteria ditetapkan dengan menilai kenyataan di lapangan bahwa (dari yang rendah hingga yang tinggi):

1.      Alat tangkap memenuhi satu dari empat butir persyaratan di atas
2.      Alat tangkap memenuhi dua dari empat butir persyaratan di atas
3.      Alat tangkap memenuhi tiga dari empat butir persyaratan di atas
4.      Alat tangkap memenuhi semua persyaratan di atas
Bila ke sembilan kriteria ini dilaksanakan secara konsisten oleh semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan, maka dapat dikatakan ikan dan produk perikanan akan tersedia untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan. Hal yang penting untuk diingat bahwa generasi saat ini memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan ketersediaan sumberdaya ikan bagi generasi yang akan datang dengan pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkesinambungan dan lestari. Perilaku yang bertanggung jawab ini dapat memelihara, minimal mempertahankan stok sumberdaya yang ada kemudian akan memberikan sumbangan yang penting bagi ketahanan pangan (food security), dan peluang pendapatan yang berkelanjutan.
Kriteria alat tangkap ramah lingkungan didasarkan pada Monintja (2000),
yaitu:
1.       Selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu meminimalkan
hasil tangkapan yang bukan merupakan target.
2.      Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian
produksi ikan.
3.       Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan /menggunakan teknologi
tersebut.
4.      Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan
konsumen.
5.      Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim.By-catch rendah
6.      Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak
menangkap species yang dilindungi atau terancam punah.
7.       Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat nelayan tidak menimbulkan
konflik.

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Ditemukan 8 jenis alat tangkap, termasuk dalam 4 kategori, yaitu; 
(1) Sangat Ramah Lingkungan (pancing), 
(2) ramah lingkungan (bubu, jaring insang permukaan), 
(3) merusak (Jala, jaring insang dasar), 
(4) sangat merusak (bom, bius dan bameti).

Garis besar tahapan kegiatan penanganan ikan di kapal penangkap :
v  Mengangkat ikan dari air
v  Melepas ikan dari alat tangkap
v  Mendinginkan ikan
v  Menyiangi ikan apabila diperlukan
v  Mencuci ikan dengan air dingin
v   Menempatkan ikan dalam wadah portable sesuai dengan jenis, ukuran dan mutu ikan (sortasi/seleksi) serta memberinya es dengan jumlah yang cukup.
v   Menyimpan didalam palkah berisolasi dengan es.
v  Merawat ikan selama penyimpanan sampai dengan saat pembongkarannya di pangkalan pendaratan ikan (PPI) atau pelabuhan perikanan.

            Semua peralatan penanganan, penyaluran dan penyimpanan ikan yang digunakan di atas kapal ikan harus didesain, dikonstruksi dan dibuat dari material yang baik agar tidak mencemari ikan hasil tangkapan, memudahkan, mempercepat dan meningkatkan efisiensi penanganan ikan serta memudahkan dalam pencucian dan pembersihannya.

Dasar-dasar penyimpanan yang baik :
v  Segera dinginkan dan diberi es yang cukup.
v   Ikan harus berkontak dengan es, bukan dengan lainnya.
v  Air lelehan es mendinginkan dan menyegarkan ikan, sambil menghayutkan lendir, darah dan kotoran.
v  Pengusahaan suhu yang cukup rendah sekitar tumpukan ikan es.     
v   Pemerliharaan kebersihan segala peralatan, papan-papan, dan rak dalam palka harus bersih sebelum ikan disusun. Sisa-sisa es dari perjalanan sebelumnya harus dibuang habis.
v  Perlakuan dalam palka. Perlakuan yang utama adalah bahwa setibanya ikan dalam palka, harus cepat-cepat didinginkan dan suhu dipelihara pada 0°C.
            Begitu kapal penangkap ikan atau kapal pengangkut hasil tangkapan sampai di pelabuhan ( TPI ), maka ikan akan segera di proses. Ikan akan di kelompokkan menurut jenis dan ukurannya, kemudian akan dilakukan pelelangan yang di pimpin oleh juru lelang. Setelah proses pelelangan selesai termasuk urusan administrasi TPI, ikan akan dimasukkan ke dalam drum - drum yang diberi es. Ikan – ikan siap didistribusikan.
            Pengawetan dan pengolahan yang cermat dan cepat adalah cara yang dapat dilakukan untuk mencegah proses pembusukan dan agar sebagian besar ikan yang diproduksi dapat dimanfaatkan. Pengawetan tidak banyak berbeda dengan pengolahan. Keduanya merupakan usaha manusia untuk mempertinggi daya tahan dan daya simpan ikan dengan tujuan agar kualitas ikan dapat dipertahankan tetap dalam kondisi yang baik. Perbedaan kedua proses tersebut terletak pada produk akhir.
            Produk akhir hasil pengawetan tidak berbeda jauh dengan bahan asli. Sedangkan produk akhir hasil pengolahan mempunyai bentuk yang jauh berbeda dibandingkan dengan aslinya. Pengawetan diartikan sebagai setiap usaha untuk mempertahankan mutu ikan selama mungkin sehingga masih dapat dimanfaatkan dalam keadaan yang baik dan layak. Peranan pengawetan :
a.       Dalam bidang produksi ikan:
v  Setiap perusahaan perikanan dapat menangkap ikan sebanyak mungkin tanpa kekhawatiran akan busuk dan percuma.
v  Kapal-kapal penangkap ikan dapat beroperasi dengan jarak yang lebih jauh dan waktu yang lebih panjang.
v  Memberi tunjangan bagi usaha mencari lokasi penangkapan ikan (fishing ground) yang baru dengan jarak yang lebih jauh.
b.      Dalam bidang distribusi/perdagangan
v  Ikan dapat diperdagangkan setelah lewat musim.
v  Memungkinkan distribusi ikan secara lebih luas dan lebih jauh sampai ke pelosok-pelosok pedalaman, sehingga setiap manusia di manapun dapat menikmati ikan.
v  Memungkinkan perdagangan ikan secara internasional.
v  Memungkinkan stabilitas harga di pasar
Beberapa jenis metode pengawetan dan pengolahan ikan, diantaranya :
a)      Pendinginan (chilling) dengan es, es kering, air dingin, air laut dingin, atau alat pendingin mekanis.
b)      Pembekuan (freezing)
c)      Pengalengan (canning)
d)     Penggaraman (salting), termasuk pemindangan
e)      Pengeringan (drying) secara alami dan mekanis
f)       Pengasaman
g)      Pengasapan (smoking)
h)      Pembuatan hasil olahan khusus seperti bakso ikan, abon, kamaboko, surimi, dan lain-lain.
i)        Pembuatan hasil sampingan seperti tepung ikan, minyak ikan, kecap ikan, dan lain-lain.
Pengelompokan produk perikanan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dapat dibedakan atas produk tradisional dan produk modern atau produk siap masak dan produk siap saji/siap konsumsi. Semua jenis produk tersebut dapat ditemukan di Indonesia dan biasanya memiliki penggemar atau kalangan konsumen sendiri-sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar