KRITERIA ALAT TANGKAP IKAN YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT FAO (Food
Agriculture Organization)
Di Indonesia saat ini,
telah banyak dikembangkan metode penangkapan yang tidak merusak lingkungan
(Anonim. 2006). Selain karena tuntutan dan kecaman dunia internasional yang
akan memboikot ekspor dari negara yang sistem penangkapan ikannya masih merusak
lingkungan, pemerintah juga telah berupaya untuk melaksanakan tata cara
perikanan yang bertanggung jawab.
Food Agriculture
Organization (FAO, sebuah lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa
yang menangani masalah pangan dan pertanian dunia), pada tahun 1995
mengeluarkan suatu tata cara bagi kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung
jawab (Code of Conduct for Resposible Fisheries- CCRF). Dalam CCRF ini, FAO
menetapkan serangkaian kriteria bagi teknologi penangkapan ikan ramah
lingkungan. Sembilan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1. Alat tangkap harus memiliki selektivitas yang tinggi
Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan
hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan
saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi sub kriteria, yaitu selektivitas
ukuran dan selektivitas jenis. Sub kriteria ini terdiri dari (yang paling rendah
hingga yang paling tinggi):
1.
Alat menangkap lebih
dari tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh
2.
Alat menangkap tiga
spesies dengan ukuran yang berbeda jauh
3.
Alat menangkap kurang
dari tiga spesies dengan ukuran yang kurang lebih sama.
4.
Alat menangkap satu
spesies saja dengan ukuran yang kurang lebih sama.
2. Alat tangkap yang digunakan tidak merusak habitat, tempat
tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya.
Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria
ini yang ditetapkan berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan
alat penangkapan. Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah
hingga yang tinggi):
1.
Menyebabkan kerusakan
habitat pada wilayah yang luas
2.
Menyebabkan kerusakan
habitat pada wilayah yang sempit
3.
Menyebabkan sebagian
habiat pada wilayah yang sempit
4.
Aman bagi habitat
(tidak merusak habitat)
3. Tidak membahayakan nelayan (penangkap ikan).
Keselamatan manusia menjadi syarat penangkapan
ikan, karena bagaimana pun, manusia merupakan bagian yang penting bagi
keberlangsungan perikanan yang produktif. Pembobotan resiko diterapkan
berdasarkan pada tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan,
yaitu (dari rendah hingga tinggi):
1. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat
berakibat kematian pada nelayan
2. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat
berakibat cacat menetap (permanen) pada nelayan.
3. Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat
berakibat gangguan kesehatan yang sifatnya sementara.
4. Alat tangkap aman bagi nelayan
4. Menghasilkan ikan yang bermutu baik.
Jumlah ikan yang banyak tidak berarti bila ikan-ikan tersebut
dalam kondisi buruk. Dalam menentukan tingkat kualitas ikan digunakan kondisi
hasil tangkapan secara morfologis (bentuknya). Pembobotan (dari rendah hingga
tinggi) adalah sebagai berikut:
1.
Ikan mati dan busuk
2.
Ikan mati, segar, dan
cacat fisik
3.
Ikan mati dan segar
4.
Ikan hidup
5. Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen.
Ikan yang ditangkap dengan peledakan bom pupuk
kimia atau racun sianida kemungkinan tercemar oleh racun. Pembobotan kriteria
ini ditetapkan berdasarkan tingkat bahaya yang mungkin dialami konsumen yang
harus menjadi pertimbangan adalah (dari rendah hingga tinggi):
1.
Berpeluang besar
menyebabkan kematian konsumen
2.
Berpeluang menyebabkan
gangguan kesehatan konsumen
3.
Berpeluang sangat
kecil bagi gangguan kesehatan konsumen
4.
Aman bagi konsumen
6. Hasil tangkapan yang terbuang minimum.
Alat tangkap yang tidak selektif (lihat butir
1), dapat menangkap ikan/organisme yang bukan sasaran penangkapan (non-target).
Dengan alat yang tidak selektif, hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat,
karena banyaknya jenis non-target yang turut tertangkap. Hasil tangkapan non
target, ada yang bisa dimanfaatkan dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini
ditetapkan berdasarkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):
1. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri
dari beberapa jenis (spesies) yang tidak laku dijual di pasar
2. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) terdiri
dari beberapa jenis dan ada yang laku dijual di pasar
3. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang
dari tiga jenis dan laku dijual di pasar
4. Hasil tangkapan sampingan (by-catch) kurang
dari tiga jenis dan berharga tinggi di pasar.
7. Alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak minimum
terhadap keanekaan sumberdaya hayati (biodiversity).
Pembobotan kriteria ini ditetapkan
berdasasrkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):
1. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan
kematian semua mahluk hidup dan merusak habitat.
2. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan
kematian beberapa spesies dan merusak habitat
3. Alat tangkap dan operasinya menyebabkan
kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat
4. Aman bagi keanekaan sumberdaya hayati
5.
8. Tidak menangkap jenis yang dilindungi undang-undang atau terancam
punah.
Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi
undangundang ditetapkan berdasarkan kenyataan bahwa:
1. Ikan yang dilindungi sering tertangkap alat
2. Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap
alat
3. Ikan yang dilindungi .pernah. tertangkap
4. Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap
9. Diterima secara sosial.
Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap, akan sangat
tergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di suatu tempat. Suatu alat
diterima secara sosial oleh masyarakat bila:
v
biaya investasi murah,
v
menguntungkan secara
ekonomi,
v
tidak bertentangan
dengan budaya setempat,
v
tidak bertentangan
dengan peraturan yang ada. Pembobotan Kriteria ditetapkan dengan menilai
kenyataan di lapangan bahwa (dari yang rendah hingga yang tinggi):
1. Alat tangkap memenuhi satu dari empat butir
persyaratan di atas
2. Alat tangkap memenuhi dua dari empat butir
persyaratan di atas
3. Alat tangkap memenuhi tiga dari empat butir
persyaratan di atas
4. Alat tangkap memenuhi semua persyaratan di
atas
Bila ke sembilan kriteria ini dilaksanakan
secara konsisten oleh semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan,
maka dapat dikatakan ikan dan produk perikanan akan tersedia untuk dimanfaatkan
secara berkelanjutan. Hal yang penting untuk diingat bahwa generasi saat ini
memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan ketersediaan sumberdaya ikan
bagi generasi yang akan datang dengan pemanfaatan sumberdaya ikan yang
berkesinambungan dan lestari. Perilaku yang bertanggung jawab ini dapat
memelihara, minimal mempertahankan stok sumberdaya yang ada kemudian akan
memberikan sumbangan yang penting bagi ketahanan pangan (food security), dan
peluang pendapatan yang berkelanjutan.
Kriteria alat tangkap ramah lingkungan didasarkan pada Monintja
(2000),
yaitu:
yaitu:
1.
Selektivitas tinggi, artinya teknologi yang
digunakan mampu meminimalkan
hasil tangkapan yang bukan merupakan target.
hasil tangkapan yang bukan merupakan target.
2.
Tidak destruktif terhadap habitat
yang akan membahayakan kelestarian
produksi ikan.
produksi ikan.
3.
Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan
/menggunakan teknologi
tersebut.
tersebut.
4.
Menghasilkan ikan bermutu baik dan
tidak membahayakan kesehatan
konsumen.
konsumen.
5.
Hasil tangkapan yang terbuang
(discards) sangat minim.By-catch rendah
6.
Berdampak minimum terhadap
keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak
menangkap species yang dilindungi atau terancam punah.
menangkap species yang dilindungi atau terancam punah.
7.
Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat
nelayan tidak menimbulkan
konflik.
konflik.
Berdasarkan
hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Ditemukan 8 jenis alat tangkap, termasuk dalam 4 kategori, yaitu;
1. Ditemukan 8 jenis alat tangkap, termasuk dalam 4 kategori, yaitu;
(1) Sangat Ramah Lingkungan (pancing),
(2) ramah lingkungan (bubu, jaring insang permukaan),
(3) merusak (Jala, jaring insang dasar),
(4) sangat merusak (bom, bius dan bameti).
Garis
besar tahapan kegiatan penanganan ikan di kapal penangkap :
v Mengangkat ikan
dari air
v Melepas ikan
dari alat tangkap
v Mendinginkan
ikan
v Menyiangi ikan
apabila diperlukan
v Mencuci ikan
dengan air dingin
v Menempatkan
ikan dalam wadah portable sesuai dengan jenis, ukuran dan mutu ikan
(sortasi/seleksi) serta memberinya es dengan jumlah yang cukup.
v Menyimpan
didalam palkah berisolasi dengan es.
v Merawat ikan
selama penyimpanan sampai dengan saat pembongkarannya di pangkalan pendaratan
ikan (PPI) atau pelabuhan perikanan.
Semua
peralatan penanganan, penyaluran dan penyimpanan ikan yang digunakan di atas
kapal ikan harus didesain, dikonstruksi dan dibuat dari material yang baik agar
tidak mencemari ikan hasil tangkapan, memudahkan, mempercepat dan meningkatkan
efisiensi penanganan ikan serta memudahkan dalam pencucian dan pembersihannya.
Dasar-dasar
penyimpanan yang baik :
v Segera
dinginkan dan diberi es yang cukup.
v Ikan harus
berkontak dengan es, bukan dengan lainnya.
v Air lelehan es
mendinginkan dan menyegarkan ikan, sambil menghayutkan lendir, darah dan
kotoran.
v Pengusahaan
suhu yang cukup rendah sekitar tumpukan ikan es.
v Pemerliharaan
kebersihan segala peralatan, papan-papan, dan rak dalam palka harus bersih
sebelum ikan disusun. Sisa-sisa es dari perjalanan sebelumnya harus dibuang
habis.
v Perlakuan dalam
palka. Perlakuan yang utama adalah bahwa setibanya ikan dalam palka, harus
cepat-cepat didinginkan dan suhu dipelihara pada 0°C.
Begitu
kapal penangkap ikan atau kapal pengangkut hasil tangkapan sampai di pelabuhan
( TPI ), maka ikan akan segera di proses. Ikan akan di kelompokkan menurut
jenis dan ukurannya, kemudian akan dilakukan pelelangan yang di pimpin oleh
juru lelang. Setelah proses pelelangan selesai termasuk urusan administrasi
TPI, ikan akan dimasukkan ke dalam drum - drum yang diberi es. Ikan – ikan siap
didistribusikan.
Pengawetan
dan pengolahan yang cermat dan cepat adalah cara yang dapat dilakukan untuk
mencegah proses pembusukan dan agar sebagian besar ikan yang diproduksi dapat
dimanfaatkan. Pengawetan tidak banyak berbeda dengan pengolahan. Keduanya
merupakan usaha manusia untuk mempertinggi daya tahan dan daya simpan ikan
dengan tujuan agar kualitas ikan dapat dipertahankan tetap dalam kondisi yang
baik. Perbedaan kedua proses tersebut terletak pada produk akhir.
Produk
akhir hasil pengawetan tidak berbeda jauh dengan bahan asli. Sedangkan produk
akhir hasil pengolahan mempunyai bentuk yang jauh berbeda dibandingkan dengan
aslinya. Pengawetan diartikan sebagai setiap usaha untuk mempertahankan mutu
ikan selama mungkin sehingga masih dapat dimanfaatkan dalam keadaan yang baik
dan layak. Peranan pengawetan :
a. Dalam bidang
produksi ikan:
v Setiap
perusahaan perikanan dapat menangkap ikan sebanyak mungkin tanpa kekhawatiran
akan busuk dan percuma.
v Kapal-kapal
penangkap ikan dapat beroperasi dengan jarak yang lebih jauh dan waktu yang
lebih panjang.
v Memberi tunjangan
bagi usaha mencari lokasi penangkapan ikan (fishing ground) yang baru
dengan jarak yang lebih jauh.
b. Dalam bidang
distribusi/perdagangan
v Ikan dapat
diperdagangkan setelah lewat musim.
v Memungkinkan
distribusi ikan secara lebih luas dan lebih jauh sampai ke pelosok-pelosok
pedalaman, sehingga setiap manusia di manapun dapat menikmati ikan.
v Memungkinkan
perdagangan ikan secara internasional.
v Memungkinkan
stabilitas harga di pasar
Beberapa jenis
metode pengawetan dan pengolahan ikan, diantaranya :
a) Pendinginan (chilling)
dengan es, es kering, air dingin, air laut dingin, atau alat pendingin mekanis.
b) Pembekuan
(freezing)
c) Pengalengan
(canning)
d) Penggaraman
(salting), termasuk pemindangan
e) Pengeringan
(drying) secara alami dan mekanis
f) Pengasaman
g) Pengasapan (smoking)
h) Pembuatan
hasil olahan khusus seperti bakso ikan, abon, kamaboko, surimi, dan lain-lain.
i) Pembuatan
hasil sampingan seperti tepung ikan, minyak ikan, kecap ikan, dan lain-lain.
Pengelompokan produk perikanan dapat dilakukan
dengan berbagai cara, diantaranya dapat dibedakan atas produk tradisional dan
produk modern atau produk siap masak dan produk siap saji/siap konsumsi. Semua
jenis produk tersebut dapat ditemukan di Indonesia dan biasanya memiliki
penggemar atau kalangan konsumen sendiri-sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar