Minggu, 31 Maret 2013

PENGUJIAN FORMALIN PADA IKAN ASIN DI DAERAH PROVINSI BANTEN


PENGUJIAN FORMALIN PADA IKAN ASIN DI DAERAH PROVINSI BANTEN

ALAN SUPARTA
4443112081

Praktikum Biokimia Hasil Perairan

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Menganalisis dan mengidentifikasi kandungan produk ikan asin kering di provinsi Banten. 2) Mengetahui tingkat kepekaan kandungan larutan  formalin pada ikan asin. Metode yang digunakan dalam pengujian formalin pada ikan asin secara kualitatif menggunakan antilin. Proses penelitian dengan mengumpulkan sampel di berbagai daerah di provinsi Banten. Data/sampel produk ikan asin dianalisis secara acak pada setiap kelompok untuk menguji kandungan formalin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pengujian laboratorium ikan yang mengandung larutan formalin bahwa  dari ke-6 sampel yang dibeli secara acak,di nyatakan bahwa 4 sampel terdeteksi mengandung zat formalin dan 2 diantaranya tidak terdeteksi adanya zat formalin. Untuk uji formalin sampel Karangantu ikan semar positif 3 ; Keronjo ikan pari positif 4 ; Keronjo ikan pepetek positif 1 ; Labuan ikan gabus positif 2 ; Panimbang ikan pepetek negative ; Panimbang kurisi negative.
Kata kunci : antilin, formalin, ikan asin

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan Asin Kering adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.  Ikan Asin Kering mengandung energi sebesar 193 kilokalori, protein 42 gram, karbohidrat 0 gram, lemak 1,5 gram, kalsium 200 miligram, fosfor 300 miligram, dan zat besi 3 miligram.  Selain itu di dalam Ikan Asin Kering juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,01 miligram dan vitamin C 0 miligram.  Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Ikan Asin Kering, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 70 %. Pemberian bahan tambahan pangan terkadang dilakukan agar kualitas fisik makanan terlihat baik. Bahan tambahan pangan seperti zat pewarna, pengeras, penyedap  penguat rasa, dan pengawet banyak diberikan tanpa memikirkan dampak yang akan dialami konsumen yang menkonsumsinya. Bahan tambahan yang biasa digunakan adalah boraks dan formalin.
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Didalam formalin mengandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith. ( Astawan, Made, 2006 ). Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul HCOH. Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus –NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang mengendap (Harmita, 2006).
Penyalahgunaan untuk keperluan lain seperti pengawetan makanan yang sangat tidak baik apabila dikonsumsi oleh tubuh manusia salahsatunya pada pengawetan ikan asin. Formalin sangat berbahaya jika dihirup, mengenai kulit dan tertelan. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang maka formadehid dapat merusak hati, ginjal, limpa, pankreas ,dll.
Tujuan
Menganalisis dan mengidentifikasi kandungan produk ikan asin kering di provinsi Banten dan Mengetahui tingkat kepekaan kandungan larutan  formalin pada ikan asin.
.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Pengujian formalin pada ikan asin ini dilaksanankan pada hari Kamis pukul 08.00 WIB. tanggal 14 Maret 2013 di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang, Banten.
Alat dan Bahan
            Pengujian formalin pada ikan asin ini menggunakan alat-alat seperti: Timbangan digital, pisau, talenan, cobet/ulekan, penyaring halus, pipet tetes, tabung erlenmayer dan 2 tabung reaksi. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan seperti: sampel ikan asin 10 gram, air panas 20 ml, dan antilin AL.A dan AL.B.
Metode Praktikum
            Metode yang digunakan dalam pengujian formalin pada ikan asin secara kualitatif menggunakan antilin. Langkah awal sediakan sampel ikan asin sebanyak 10 gram dalam bentuk halus. Lalu tambahkan air panas sebanyak 20 ml kemudian homogenkan menggunakan tabung erlenmayer. Setelah itu saring sampel hingga mendapatkan cairan ekstraknya. Tahap berikutnya, ambil cairan ekstrak sebanyak 5 ml menggunakan pipet tetes dan pindahkan ke dalam tabung reaksi. Lakukan ha tersebut sebanyak 2 kali, karena tabung reaksi pertama untuk uji coba, dan tabung reaksi kedua untuk kontrol. Setelah itu, teteskan AL.A 4 tetes dan AL.B 4 tetes ke dalam tabung reaksi uji coba. Kemudian, homogenkan dan tunggu hingga 10 menit lalu bandingkan dengan tabung reaksi kontrol. Bila sampel positif mengandung formalin, maka akan berubah warna menjadi ungu dan semakin tinggi kandungan formalinnya maka semakin pekat warna unggu yang akan timbul dari sampel tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
No.
Sampel
Jenis Ikan Asin
Kandungan Formalin
1
Karangantu
Pepetek
+++
2
Kronjo
Pepetek
+
3
Kronjo
Pari
++++
4
Labuan
Gabus
++
5
Panimbang
Pepetek
_
6
Panimbang
Kurisi
_
Keterangan:
+          = Positif 1
++        = Positif 2
+++     = Positif 3
++++   = Positif 4

Pembahasan
Dari hasil uji kandungan formalin pada ikan asin yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa  dari ke-6 sampel yang dibeli secara acak,di nyatakan bahwa 4 sampel terdeteksi mengandung zat formalin dan 2 diantaranya tidak terdeteksi adanya zat formalin. Serta dari data diatas, dapat dilihat dalam penggunaan formalin yang paling banyak terdapat pada ikan asin pari dari daerah Kronjo dengan warna dari larutannya ungu pekat,sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa ikan asin tersebut mengandung zat formalin yang sangat tinggi dan untuk daerah karangantu mencapai positf 3 serta daerah Labuan mencapai positif 1. Sedangkan untuk ikan asin pepetek dan kurisi yang berasal dari daerah panimbang menunjukkan tidak adanya zat formalin yang terkandung.


KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
            Dari data yang didapat pada penelitian pengujian formalin pada ikan asin di provinsi Banten dapat di simpulkan bahwa hampir 66,6 % ikan asin di provinsi Banten sudah mengandung formalin mulai dari positif 1 sampai positif 4, ini terbukti dengan adanya penelitian dengan menggunakan antelin AL.A dan AL.B
Saran
Diharapkan kepada praktikan agar lebih teliti dalam melakukan prosedur kerja sekaligus perhitungan dari tiap-tiap parameter pengukuran yang dilakukan sehingga nantinya akan didapatkan hasil yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Ikan Asin. http://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_asin ( 23 Maret 2013)
F.G. winarno, 2002, Kimia Pangan Dan Gizi, karya nusa, Bandung.
 Hamdani, S. Formalin. http://catatankimia.com/catatan/formalin.html (23Maret 2013)
Rinto, Arafah, Elmeizi, Utama, B S.
Suwetja, I.K., 2011, Biokimia Hasil Perikanan, Media Prima Akasara, Jakarta.
http://pipit.wordpress.com/2005/12/30/ciri-ciri-makanan-yang-mengandung-formalin/
(Di akses 27-03-2013, 23.00)

Jumat, 01 Maret 2013

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF)


Oleh :
Alan Suparta, Asep Saefullah, dan Siti Maemunah

Code Of Conduct For Responsible Fisheries(CCRF) adalah salah satu kesepakatan dalam konferensi  Committee on Fisheries (COFI) ke-28 FAO di Roma pada tanggal 31 Oktober 1995, yang tercantum dalam resolusi Nomor: 4/1995 yang secara resmi mengadopsi dokumen Code of Conduct for Responsible Fisheries. Resolusi yang sama juga meminta pada FAO berkolaborasi dengan anggota dan organisasi yang relevan untuk menyusun technical guidelines yang mendukung pelaksanaan dari CCRF tersebut.
Tatalaksana ini menjadi asas dan standar internasional mengenai pola perilaku bagi praktek yang bertanggung jawab, dalam pengusahaan sumberdaya perikanan dengan maksud untuk menjamin terlaksananya aspek konservasi, pengelolaan dan pengembangan efektif sumberdaya hayati akuatik berkenaan dengan pelestarian ekosistem dan keanekaragaman hayati. Tatalaksana ini mengakui arti penting aspek gizi, ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya yang menyangkut kegiatan perikanan dan terkait dengan semua pihak yang berkepertingan yang peduli terhadap sektor perikanan. Tatalaksana ini memperhatikan karakteristik biologi sumberdaya perikanan yang terkait dengan lingkungan/habitatnya serta menjaga terwujudnya secara adil dan berkelanjutan kepentingan para konsumen maupun pengguna hasil pengusahaan perikanan lainnya.
Pelaksanaan konvensi ini bersifat sukarela. Namun beberapa bagian dari pola perilaku tersebut disusun dengan merujuk pada [[UNCLOS]]1982. Standar pola perilaku tersebut juga memuat beberapa ketentuan yang mungkin atau bahkan sudah memberikan efek mengikat berdasarkan instrumen hukum lainnya di antara peserta, seperti pada "Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas  (Compliance Agreement 1993J'). Oleh sebab itu negara-negara dan semua yang terlibat dalam pengusahaan perikanan didorong untuk memberlakukan Tatalaksana ini dan mulai menerapkannya.

Latar belakang perlunya Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)
1. Keprihatinan para pakar perikanan dunia terhadap semakin tidak terkendali, mengancam sumberdaya ikan.
2. Isu Lingkungan
3. Illegal, Unreported dan Unregulated ([[IUU]]) Fishing.
4. Ikan sebagai sumber pangan bagi penduduk dunia.
5. Pengelolaan sumberdaya ikan tidak berbasis masyarakat.
6. Pengelolaan Sumberdaya ikan dan lingkungannya yang tidak mencakup konservasi.
7. Didukung oleh berbagai konferensi Internasional mengenai perikanan berusaha untuk mewujudkan Keprihatinan tersebut.

Tujuan
1. Menetapkan azas sesuai dengan hukum (adat, nasional, dan international), bagi
penangkapan ikan dan kegiatan perikanan yang bertanggung jawab.
2. Menetapkan azas dan kriteria kebijakan,
3. Bersifat sebagai rujukan (himbauan),
4. Menjadiakan tuntunan dalam setiap menghadapi permasalahan,
5. Memberi kemudahan dalam kerjasama teknis dan pembiayaan,
6. Meningkatkan kontribusi pangan,
7. Meningkatkan upaya perlindungan sumberdaya ikan,
8. Menggalakan bisnis Perikanan sesuai dengan hukum
9. Memajukan penelitian,

Enam Topik yang diatur dalam CCRF ini adalah
1. Pengelolaan Perikanan;
2. Operasi Penangkapan;
3. Pengembangan Akuakultur;
4. Integrasi Perikanan kedalam Pengelolaan Kawasan Pesisir;
5. Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan
6. Penelitian Perikanan.

Prinsip-prinsip Umum CCRF
1.  Pelaksanaan hak untuk menangkap ikan bersamaan dengan kewajiban untuk melaksanakan hak tersebut secara berkelanjutan dan lestari agar dapat menjamin keberhasilan
upaya konservasi dan pengelolaannya; 
 2.  Pengelolaan sumber-sumber perikanan harus menggalakkan upaya untuk mempertahankan kualitas, keanekaragaman hayati, dan ketersediaan sumber-sumber perikanan dalam jumlah yang mencukupi untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang; 
3.  Pengembangan armada perikanan harus mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya sesuai dengan kemampuan reproduksi demi keberlanjutan pemanfaatannya; 
4.  Perumusan kebijakan dalam pengelolaan perikanan harus didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang terbaik, dengan memperhatikan pengetahuan tradisional tentang pengelolaan sumber-sumber perikanan serta habitatnya; 
5.  Dalam rangka konservasi dan pengelolaan sumber-sumber perikanan, setiap negara dan organisasi perikanan regional harus menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) seluas-luasnya; 
6.  Alat-alat penangkapan harus dikembangkan sedemikian rupa agar semakin selektif dan aman terhadap kelestarian lingkungan hidup sehingga dapat mempertahankan keanekaragaman jenis dan populasinya; 
7.  Cara penangkapan ikan, penanganan, pemrosesan, dan pendistribusiannya harus dilakukan sedemikian rupa agar dapat mempertahankan nilai kandungan nutrisinya; 
8.  Habitat sumber-sumber perikanan yang kritis sedapat mungkin harus dilindungi dan direhabilitasi;  
9.  Setiap negara harus mengintegrasikan pengelolaan sumber-¬sumber perikanannya kedalam kebijakan pengelolaan wilayah pesisir; 
10.  Setiap negara harus mentaati dan melaksanakan mekanisme [Monitoring, Controlling and Surveillance] (MCS) yang diarahkan pada penataan dan penegakan hukum di bidang konservasi sumber-sumber perikanan;
11.  Negara bendera harus mampu melaksanakan pengendalian secara efektif terhadap kapal kapal perikanan yang mengibarkan benderanya guna menjamin pelaksanaan tata laksana ini secara efektif; 
12.  Setiap negara harus bekerjasama melalui organisasi regional untuk mengembangkan cara penangkapan ikan secara bertanggungjawab, baik di dalam maupun di luar wilayah yurisdiksinya; 
13.  Setiap negara harus mengembangkan mekanisme pengambilan keputusan secara transparan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pengembangan peraturan dan kebijakan pengelolaan di bidang perikanan; 
14.  Perdagangan perikanan harus diselenggarakan sesuai dengan prinsip-prinsip, hak, dan kewajiban sebagaimana diatur dalam persetujuan  World Trade Organization (WT0);
15.  Apabila terjadi sengketa, setiap negara harus bekerjasama secara damai untuk mencapai penyelesaian sementara sesuai dengan persetujuan internasional yang relevan;
16.  Setiap negara harus mengembangkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi melalui pendidikan dan latihan, serta melibatkan mereka di dalam proses pengambilan keputusan; 
17.  Setiap negara harus menjamin bahwa segala fasilitas dan peralatan perikanan serta lingkungan kerjanya memenuhi standar keselamatan internasional; 
18.  Setiap negara harus memberikan perlindungan terhadap lahan kehidupan nelayan kecil dengan mengingat kontribusinya yang besar terhadap penyediaan kesempatan kerja, sumber penghasilan, dan keamanan pangan; 
19.  Setiap negara harus mempertimbangkan pengembangan budidaya perikanan untuk menciptakan keragaman sumber penghasilan dan bahan makanan.

Sasaran-Sasaran Penting Implementasi CCRF di Indonesia
1. Pengelolaan Perikanan ([[Fisheries Management]])
- Memperhatikan prinsip kehati-hatian ([[precautionary approach]]) dalam merencanakan pemanfaatan sumberdaya ikan. Menetapkan kerangka hukum – kebijakan.
    - Menghindari Ghost Fishing atau tertangkapnya ikan oleh alat tangkap yang terbuang / terlantar. 
   - Mengembangkan kerjasama pengelolaan, tukar menukar informasi antar instansi dan
Negara. 
 - Memperhatikan kelestarian lingkungan. 
2.Operasi Penangkapan  (Fishing operations).
    -   Penanganan penangkapan ikan berlebih (over fishing)  
    -   Pengaturan sistem perijinan penangkapan. 
    -   Membangun sistem Monitoring Controlling Surveillance (MCS). 
3. Pembangunan Akuakultur (Aquaculture development)
    -   Menetapkan strategi dan rencana pengembangan budidaya . 
    -   Melindungi ekosistem akuatik. 
    -   Menjamin keamanan produk budidaya. 
4. Integrasi Perikanan ke dalam pengelolaan kawasan pesisir (Integration of fisheries into coastal area management)
-  Mengembangkan penelitian dan [[pengkajian sumberdaya ikan]] di kawasan pesisir beserta tingkat pemanfaatannya. 
5. Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan (Post-harvest practices and trade).
 -   Bekerjasama untuk harmonisasi dalam program sanitasi, prosedur sertitikasi dan lembaga sertifikasi. 
   -   Mengembangkan produk value added atau produk yang bernilai tambah. 
   -   Mengembangkan perdagangan produk perikanan. 
   -   Memperhatikan dampak lingkungan kegiatan pasca panen. 
 
6. Penelitian Perikanan (Fisheries research)
    -   Pengembangan penelitian. 
    -   Pengembangan pusat data hasil penelitian. 
    -   Aliansi kelembagaan internasional  

Stakeholder yang berkewajiban mengikuti CCRF
    1.  Semua Negara yang memanfaatkan sumberdya ikan dan lingkungannya. 
    2.  Semua Pelaku Perikanan (baik penangkap maupun pengolah).  
    3.  Pelabuhan-Pelabuhan Perikanan (kontruksi, pelayanan, inspeksi, dan pelaporan); 
    4.  Industri perikanan 
    5.  Peneliti untuk pengembangan alat tangkap yang selektif. 
    6.  Program observer 
    7.  Perikanan rakyat. 

Kewajiban dalam CCRF yang harus dipenuhi
1. NEGARA
   -   Mengambil langkah hati-hati (precautionary)  dalam rangka melindungi atau membatasi penangkapan ikan sesuai dengan daya dukung sumber daya ikan
   -   Menegakkan mekanisme yang efektif untuk monitoring, control, surveillance dan law   enforcement.
    -   Mengambil langkah-langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan sumberdaya ikan yang lestari.  
2. PENGUSAHA
    -   Supaya berperan serta dalam upaya-upaya konservasi, ikut dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh organisasi pengelolaan perikanan (misalnya FKPPS). 
    - Ikut serta mensosialisasi dan mempublikasikan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan serta menjamin pelaksanaan peraturan. 
    -   Membantu mengembangkan kerjasama (lokal, regional) dan koordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan perikanan, misalnya menyediakan kesempatan dan fasilitas diatas kapal
untuk para peneliti.  
3. NELAYAN
    -   Memenuhi ketentuan pengelolaan sumberdaya ikan secara benar 
    -   Ikut serta mendukung langkah-langkah konservasi dan pengelolaan 
    -   Membantu pengelola dalam mengembangkan kerjasama pengelolaan, dan berkoordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengembangan perikanan. 

Daftar Pustaka
Urgensi Implementasi Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Dalam Pengusahaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran DKP, 2003 serta Berbagai artikel dari beberapa paparan CCRF oleh Pemateri dari DKP. (Kendari, Nopember 2008) Mukhtar, A.Pi, M.Si

http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=97%3Acode-of-conduct-for-responsible-fisheries-ccrf&catid=54%3Apengelolaan&Itemid=52&lang=id

MIGRASI IKAN


MIGRASI IKAN
Oleh:
Alan Suparta, Anggi Purnomo, dan Yeni Marliana

Pengertian Migrasi Ikan
Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan untuk eksistensi hidup dan keturunannya. Ikan mengadakan migrasi dengan tujuan untuk pemijahan, mencari makanan dan mencari daerah yang cocok untuk kelangsungan hidupnya. Migrasi ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor eksternal (berupa faktor lingkungan yang secara langsung atau tidak langsung berperan dalam migrasi ikan) maupun internal (faktor yang terdapat dalam tubuh ikan).

Faktor Yang Menyebabkan Migrasi Ikan
v  Faktor Eksternal
1,  Bimbingan ikan yang lebih dewasa
Ikan mampu melakukan migrasi untuk kembali ke daerah asal karena adanya bimbingan dari ikan yang lebih tua.
Contoh: migrasi ikan herring Norwegia atau ikan Cod laut Barents, ikan lebih tua cenderung tiba di tujuan lebih dulu dari pada ikan muda.
2. Bau perairan
Ikan anadromous mampu bermigrasi ke daerah asal dengan melalui beberapa cabang sungai, kemampuan memilih cabang sungai yang benar diduga dilakukan dengan mengenali bau-bauan bahan organik yang terdapat dalam sungai.
Contoh: Ikan salmon mampu mengenali bau morpholine dengan konsentrasi 1 x 10-6ppm, jika suatu cabang sungai diberi larutan morpholine, maka ikan salmon akan masuk ke cabang sungai tadi. Hal ini menunjukkan bahwa ikan menggunakan indera pencium untuk bermigrasi kedaerah asalnya.
3.  Suhu
Fluktuasi suhu dan perubahan geografis merupakan faktor penting yang merangsang dan menentukan pengkonsentrasian serta pengelompokkan ikan. Suhu akan mempengaruhi proses metabolisme, aktifitas erakan tubuh dan berfungsi sebagai stimulus saraf.
Contoh: suhu permukaan yang disukai ikan cakalang berkisar 160-260C, sedangkan suhu tinggi merupakan faktor penghambat bagi ikan salmon untuk bermigrasi (pada suhu 240C tidak ada ikan salmon yang bermigrasi).
4. Salinitas
Ikan cenderung memilih medium dengan salinitas yang lebih sesuai dengan tekanan osmotik tubuh mereka masing-masing. Perubahan salinitas akan merangsang ikan untuk melakukan migrasi ke tempat yang memiliki salinitas yang sesuai dengan tekanan osmotik tubuhnya.
Contoh: Seriola qiuqueradiata menyukai medium dengan salinitas 19 ppt, sedangkan ikan cakalang menyukai perairan dengan kadar salinitas 33-35 ppt.
5.  Arus pasang surut
Arus akan mempengaruhi migrasi ikan melalui transport pasif telur ikan dan juvenil dari daerah pemijahan menuju daerah asuhan dan mungkin berorientasi sebagai arus yang berlawanan pada saat spesies dewasa bermigrasi dari daerah makanan menuju ke daerah pemijahan. Ikan dewasa yang baru selesai memijah juga memanfaatkan arus untuk kembali ke daerah makanan. Pasang surut di perairan menyebabkan terjadinya arus di perairan yang disebut arus pasang dan arus surut.
6.  Intensitas cahaya
Perubahan intensitas cahaya sangat mempengaruhi pola penyebaran ikan, tetapi respon ikan terhadap perubahan intensitas cahaya dipengaruhi oleh jenis ikan, suhu dan tingkat kekeruhan perairan. Ikan mempunyai kecenderungan membentuk kelompok kecil pada siang hari dan menyebar pada malam hari.
7. Musim
Musim akan mempengaruhi migrasi vertikal dan horisontal ikan, migrasi ini kemungkinan dikontrol oleh suhu dan intensitas cahaya. Ikan pelagis dan ikan demersal mengalami migrasi musiman horisontal, mereka biasanya menuju ke perairan lebih dangkal atau dekat permukaan selama musim panas dan menuju perairan lebih dalam pada musim dingin.
8.  Matahari
Ikan-ikan pelagis yang bergerak pada lapisan permukaan yang jernih kemungkinan besar menggunakan matahari sebagai kompas mereka, tetapi hal ini mungkin tidak berlaku bagi ikan-ikan laut dalam yang melakukan migrasi akibat pengaruh musim.
9. Pencemaran air limbah
Pencemaran air limbah akan mempengaruhi migrasi ikan, penambahan kualitas air limbah dapat menyebabkan perubahan pola migrasi ikan ke bagian hulu sungai.
Contoh: ikan white catfish pada musim pemijahan banyak terdapat didaerah muara, padahal biasanya ikan ini memijah di hulu sungai. Tetapi migrasi mereka terhalang oleh air limbah di Hulu sungai.
v  Faktor Internal
10.  Kematangan gonad
Kematangan gonad diduga merupakan salah satu pendorong bagi ikan untuk melakukan migrasi, meskipun bisa terjadi ikan-ikan tersebut melakukan migrasi sebagai proses untuk melakukan pematangan gonad.
11.  Kelenjar-kelenjar internal
Migrasi ikan Cod di laut Barent dikontrol oleh kelenjar tiroid yang berada di kerongkongan, kelenjar tersebut aktif pada bulan September yang merupakan waktu pemijahan ikan Cod.
12. Insting
Ikan mampu menemukan kembali daerah asal mereka meskipun sebelumnya ikan tersebut menetas dan tumbuh di daerah yang sangat jauh dari tempat asalnya dan belum pernah melewati daerah tersebut, kemampuan ini diduga berasal dari faktor insting.
13. Aktifitas renang
Aktifitas renang ikan meningkat pada malam hari, kebanyakan ikan bertulang rawan (elasmobranch) dan ikan bertulang keras (teleost) lebih aktif berenang pada malam hari daripada di siang hari.
14. Lain-lain

Jenis dan Pola Migrasi
1.  Daneroute migration: migrasinya sepanjang tahun.
2. Feeding migration: migrasi untuk mencari makanan dan perairan perairan tempat tempat ikan ikan mencari mencari makanan makanan tersebut tersebut disebut disebut “food seeking ground”.
3. Spawning migration: migrasi untuk melakukan pemijahan dan perairan dimana ikan tersebut memijah disebut “spawning ground”.

Daftar Pustaka


http://rizarahman.staff.umm.ac.id/files/2010/01/M_3_Daerah_Penangkapan_Ikan_2011.pdf